Sejak awal Juni 2025, konflik antara Iran dan Israel semakin memanas setelah serangan udara saling balas terjadi di wilayah Teheran, Tel Aviv, hingga beberapa titik perbatasan Yordania. Amerika Serikat secara terbuka mendukung Israel dan melakukan serangan militer terbatas di kawasan Hormuz. Dampaknya tidak hanya mengancam stabilitas kawasan Timur Tengah, tapi juga menimbulkan efek global—termasuk ke Indonesia.
Evakuasi Warga Negara Indonesia (WNI)
1. Proses Evakuasi Multijalur
- Pemerintah RI melalui KBRI Teheran dan Amman mengevakuasi gelombang pertama 29 WNI dari Iran lewat Azerbaijan.
- Jalur darat dipilih karena penerbangan komersial dihentikan. Perjalanan darat memakan waktu lebih dari 6 hari.
- Tambahan 11 WNI dievakuasi dari Israel melalui Yordania dan direncanakan tiba di Jakarta pekan depan.
2. Tantangan Lapangan
- Ketiadaan jalur diplomatik langsung ke Israel memperlambat evakuasi.
- Ketergantungan pada negara ketiga (Uzbekistan, Yordania) menunjukkan keterbatasan logistik dan diplomasi regional.
- Tidak semua WNI mendapatkan informasi yang jelas mengenai jalur evakuasi, terutama pelajar dan pekerja informal.
Dampak Ekonomi ke Indonesia
1. Harga Minyak & Volatilitas Rupiah
- Harga minyak dunia melonjak ke US$98 per barel, menyebabkan subsidi energi dalam negeri terancam membengkak.
- Rupiah melemah hingga Rp16.120 per USD akibat investor global menghindari risiko di emerging market.
2. Sektor Ekspor & Impor
- Ekspor ke Timur Tengah seperti tekstil, sawit, dan makanan olahan mengalami gangguan logistik.
- Impor bahan baku energi dan komoditas dari negara Teluk naik harga, memicu inflasi transportasi dan manufaktur.
3. Risiko PHK dan Investasi Tertunda
- Beberapa sektor industri mengurangi kapasitas produksi karena ketidakpastian rantai pasok.
- Investor menunda ekspansi akibat tensi geopolitik yang tidak menentu.
Kritik atas Respons Pemerintah RI
1. Evakuasi Terlambat
Beberapa kelompok masyarakat sipil mengkritik kecepatan pemerintah dalam merespons. Evakuasi dilakukan setelah situasi memburuk, padahal sinyal eskalasi konflik sudah terlihat sejak awal bulan.
2. Kurangnya Antisipasi Fiskal
Pemerintah belum mengumumkan paket kebijakan darurat energi untuk menahan dampak harga minyak yang melonjak. Kesiapan cadangan BBM nasional juga dipertanyakan.
3. Tidak Ada Jalur Evakuasi Alternatif
Dalam beberapa kasus, tidak tersedia plan B bila jalur utama gagal. WNI berstatus pelajar atau tenaga migran informal mengaku bingung dan kurang informasi.
4. Transparansi Rendah
Laporan resmi hanya sebatas jumlah WNI yang dievakuasi, tanpa detail status, biaya, atau protokol kesehatannya. Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang keselamatan dan keadilan perlakuan evakuasi.
Feedback
- Perkuat Hubungan Regional: Indonesia perlu membangun kesepakatan bilateral dengan negara transit evakuasi seperti Turki, Iran, Yordania, dan UEA.
- Dana Darurat Energi: Anggarkan stimulus tambahan untuk menstabilkan harga BBM dan listrik.
- Dashboard Evakuasi Digital: Sediakan akses online bagi WNI untuk memantau status evakuasi real-time.
- Cadangan Strategis Nasional: Evaluasi ulang kesiapan stok BBM dan logistik jika konflik Timur Tengah meluas.
Konflik Iran–Israel bukan hanya isu internasional, tetapi berdampak langsung ke Indonesia. Dari ancaman kenaikan harga BBM, melemahnya rupiah, sampai keterlambatan evakuasi WNI pemerintah dituntut cepat, sigap, dan transparan. Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton yang terseret ombak geopolitik tanpa arah strategi.
Kritik terhadap Respons Pemerintah Indonesia

1. Reaktif, Bukan Proaktif
Pemerintah terlihat lebih banyak menunggu situasi memburuk sebelum bertindak. Padahal eskalasi militer antara Iran dan Israel sudah tercium sejak awal Juni 2025.
Evakuasi WNI baru dilakukan setelah tekanan publik dan pemberitaan internasional naik. Ini menandakan kurangnya kesiapan kontinjensi dari Kementerian Luar Negeri maupun BNPB.
“Jika pemerintah baru bergerak ketika asap sudah naik ke langit, maka bukan mitigasi namanya—melainkan pemadam panik.”
2. Minim Transparansi, Banyak Tebakan
Hingga akhir Juni 2025, publik tidak mendapat informasi detail soal:
- Siapa yang dibiayai penuh oleh negara?
- Berapa WNI yang masih tertinggal di Iran dan Israel?
- Bagaimana status hukum WNI non-dokumen atau pekerja informal?
Negara wajib hadir bukan hanya saat bencana selesai. Minimnya keterbukaan memunculkan persepsi bahwa yang diutamakan hanya kalangan tertentu.
3. Ekonomi Tidak Siap Hadapi Guncangan Global
Harga minyak melonjak, rupiah melemah, dan ekspor terganggu—tapi tidak ada konferensi pers dari Kementerian Keuangan atau ESDM yang memberi peta jalan.
Seolah-olah negara ini berjalan tanpa strategi darurat ekonomi, padahal kita punya pengalaman dari krisis global sebelumnya.
“Kita lebih sibuk menenangkan pasar dengan retorika, daripada melindungi rakyat dari harga BBM yang akan melonjak.”
4. Ketiadaan Jalur Diplomatik Langsung Jadi Hambatan
Karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel, proses evakuasi WNI jadi lebih panjang dan rawan.
Diplomasi kemanusiaan seharusnya bisa tetap dibuka—tanpa harus melegitimasi hubungan formal.
Netral dalam konflik tidak berarti netral dalam urusan kemanusiaan. Saat warga kita terjebak, diplomasi harus lentur.
🔎 Akhir Dari Kritik:
Saat nyawa WNI dipertaruhkan, pemerintah malah sibuk menyusun pernyataan pers seolah krisis bisa ditenangkan dengan kata-kata.