Kalau bicara soal masa depan energi dan investasi global, nama Indonesia kini nggak bisa dipandang sebelah mata. Dalam ajang prestisius Bloomberg New Energy Forum Summit 2025 di New York, Ketua Umum KADIN Indonesia, Anindya Bakrie, tampil penuh percaya diri. Lewat pidato yang tenang tapi mengena, ia menekankan satu hal penting: Indonesia adalah masa depan investasi energi dunia.
Bukan cuma retorika. Fakta di lapangan memang mendukung. Dari kekayaan sumber daya alam hingga posisi strategis di jalur perdagangan global, Indonesia punya segalanya buat jadi magnet investor—baik yang udah mapan maupun pemain baru di sektor energi bersih.
💡 Potensi Alam Indonesia: Jackpot Buat Investor
Gak semua negara dikaruniai tambang nikel, bauksit, tembaga, dan logam langka yang dibutuhkan dunia buat energi masa depan. Indonesia punya semuanya. Apalagi di tengah tren global menuju kendaraan listrik dan energi bebas karbon, keberadaan bahan mentah ini ibarat emas di era baru.
Bayangin aja, Sulawesi dan Kalimantan menyimpan potensi tambang yang belum dieksplorasi secara maksimal. Ini bikin Indonesia nggak cuma jadi target eksplorasi, tapi juga pusat pengolahan dan produksi.
🌍 Lokasi Strategis + Pasar Besar = Kombinasi Menang
Secara geografis, Indonesia tuh kayak titik tengah antara dua raksasa ekonomi: Tiongkok dan Australia. Ditambah lagi, kita punya salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Artinya? Biaya distribusi rendah dan akses mudah ke pasar Asia-Pasifik.
Dan jangan lupa, pasar domestik kita sendiri juga nggak main-main. Dengan lebih dari 270 juta penduduk dan tren konsumsi energi yang terus naik, Indonesia bukan cuma tempat produksi, tapi juga pangsa pasar besar yang siap menyerap teknologi baru.
🌱 Transisi Energi Bukan Sekadar Wacana
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, sekarang Indonesia serius banget soal energi hijau. Pemerintah dorong investasi di sektor pembangkit tenaga surya, panas bumi, bahkan bioenergi.
Di forum Bloomberg ini, Anindya Bakrie menegaskan bahwa investor yang masuk ke proyek energi terbarukan bakal dapat banyak kemudahan. Mulai dari insentif pajak, kepastian hukum, sampai infrastruktur yang mulai difokuskan ke kawasan industri hijau seperti di Halmahera atau Batang.
🧠 Peran KADIN: Bukan Sekadar Penghubung
Kehadiran KADIN di forum internasional ini bukan formalitas. Lewat diplomasi bisnis yang intens, Anindya dan timnya berhasil membuka peluang kerja sama dengan banyak perusahaan global. Ada juga pembahasan tentang joint venture, transfer teknologi, dan program pelatihan SDM lokal untuk proyek-proyek berstandar internasional.
📈 Investor Mana Aja yang Tertarik?
Dari pengamatan media internasional, terlihat jelas bahwa investor dari Amerika, Jepang, China, sampai Uni Emirat Arab, semuanya kepincut. Sektor yang mereka incar pun beragam:
- Baterai kendaraan listrik
- Pabrik energi surya
- Smelter nikel berstandar ESG
- Startup teknologi energi ramah lingkungan
Yang menarik, beberapa MoU langsung diteken di sela forum—menunjukkan antusiasme tinggi pada momen ini.
📊 Angka Berbicara: Proyeksi Investasi 2025
Menurut laporan Kementerian ESDM, proyeksi investasi energi bersih Indonesia hingga akhir 2025 bisa tembus 25 miliar dolar AS. Dan itu baru permulaan. Target penurunan emisi karbon juga ikut dikejar—yakni 29% di tahun 2030.
Potensi sektor EV domestik pun menggila. Kalau semua on track, pasar kendaraan listrik bisa nyampe 2 juta unit per tahun dalam 5 tahun ke depan.
⚠️ Tantangan Masih Ada, Tapi Mulai Diatasi
Birokrasi? Masih jadi PR. Tapi sekarang proses perizinan udah makin ramping berkat sistem OSS berbasis digital. Infrastruktur? Pemerintah udah tancap gas di banyak proyek konektivitas.
Satu hal yang butuh perhatian: pengembangan SDM lokal. Dan di sinilah peran penting KADIN dan investor asing dalam pelatihan teknis & manajerial jangka panjang.
🔍 Kritik Konstruktif: Indonesia di Panggung Bloomberg Energy Forum 2025
Penampilan Indonesia di ajang internasional sebesar Bloomberg New Energy Forum 2025 memang terlihat meyakinkan—terutama dengan pidato Ketua Umum KADIN, Anindya Bakrie, yang cukup menggugah. Tapi, apakah yang disampaikan di panggung benar-benar mewakili kondisi lapangan? Di sinilah letak kritik pentingnya.
1. Panggung Bagus, Tapi Implementasi Belum Konsisten
“Talk is cheap, execution is everything.”
Pernyataan bahwa Indonesia siap menjadi hub energi hijau dunia tentu terdengar menarik. Tapi kalau dilihat ke dalam negeri, banyak proyek energi terbarukan yang masih tersendat. Mulai dari keterlambatan pembangunan PLTS skala besar, proses izin yang masih ribet di level daerah, hingga minimnya realisasi investasi yang dijanjikan bertahun-tahun lalu.
Kritik: Retorika di forum internasional harus dibarengi komitmen nyata di dalam negeri. Tanpa itu, kesan ‘pencitraan’ jadi sulit dihindari.
2. SDA Kita Melimpah, Tapi Masih Diekspor Mentah
Indonesia berkali-kali menyoroti cadangan nikel, bauksit, dan tembaga yang melimpah. Tapi kenyataannya, mayoritas hasil tambang ini masih diekspor dalam bentuk mentah, atau diolah oleh investor asing di luar negeri.
Kritik: Indonesia harus lebih tegas dalam mengembangkan industri hilir di dalam negeri. Jangan hanya jualan bahan baku, tapi bangun ekosistem lengkap—mulai dari smelter hingga manufaktur lokal.
3. Green Energy Harusnya Bukan Greenwashing
Dalam forum tersebut, Indonesia disebut sebagai destinasi hijau masa depan. Tapi masih banyak proyek “hijau” di dalam negeri yang ternyata bermasalah—baik secara lingkungan maupun sosial. Misalnya, pembukaan lahan baru untuk proyek energi justru menyebabkan konflik agraria atau kerusakan lingkungan di wilayah adat.
Kritik: Kalau mau bicara green energy, pastikan juga aspek sosial dan ekologi-nya benar-benar sustainable. Jangan hanya hijau di atas kertas.
4. Minimnya Pelibatan Startup Lokal dan Akademisi
Di forum, yang dibawa ke depan adalah elite bisnis dan pejabat. Tapi bagaimana dengan startup lokal, kampus teknik, atau inovator energi yang bekerja di lapangan? Mereka jarang dilibatkan sebagai bagian diplomasi ekonomi.
Kritik: Indonesia butuh membangun diplomasi ekonomi yang inklusif, bukan elitis. Suara pelaku mikro dan inovator lokal harus ikut naik panggung.
5. Kualitas SDM Masih Belum Siap Dukung Visi Besar
Pemerintah dan KADIN bicara soal membangun pusat industri baterai dan kendaraan listrik. Tapi pelatihan tenaga kerja lokal di bidang teknologi tinggi masih terbatas. Banyak investor yang akhirnya tetap mendatangkan tenaga ahli dari luar.
Kritik: Tanpa roadmap SDM yang konkret, visi besar hanya akan bergantung pada investor asing.

🎯 Kesimpulan: Waktunya Indonesia Ambil Panggung Dunia
Indonesia Bloomberg Energy Forum 2025 bukan sekadar acara. Ini sinyal keras bahwa kita siap masuk liga utama energi bersih dunia.
Kita punya bahan baku, tenaga kerja, lokasi emas, dan dukungan kebijakan yang makin terbuka. Sekarang tinggal eksekusi. Dan buat para investor luar sana: kalau bukan sekarang, kapan lagi?
Pengakuan Mengejutkan tentang Pembunuhan Cathy Small