Indonesia resmi memasuki babak baru dalam diplomasi energi regional. Pemerintah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Singapura, membuka jalan bagi ekspor listrik hijau sebesar Rp163 triliun (US$10 miliar) dengan target kapasitas 3,4 GW hingga 2035. Proyek ini diharapkan menjadi model kolaborasi energi bersih lintas batas terbesar di Asia Tenggara.
Peluang Ekonomi dan Investasi
Berdasarkan data yang dirilis pemerintah, proyek ini akan mendorong:
- Devisa negara sekitar US$4-6 miliar per tahun.
- Pendapatan negara dari pajak sebesar US$210-600 juta per tahun.
- Investasi manufaktur panel surya dan penyimpanan energi mencapai Rp44 triliun.
- Pembukaan lebih dari 418 ribu lapangan kerja baru di berbagai sektor.
Secara makro, proyek ini memperbesar kontribusi Indonesia pada transisi energi kawasan, sekaligus memperluas sumber pendapatan negara dari ekspor non-migas.
Posisi Swasta Lokal dalam Proyek
Meski diawali oleh kerja sama antarpemerintah, proyek ekspor listrik hijau ini dirancang memprioritaskan keterlibatan perusahaan swasta domestik, seperti Pacific Medco, Adaro Solar, dan perusahaan lokal yang bermitra dengan konsorsium regional.
Kritik:
Walaupun partisipasi swasta lokal didorong, pemerintah perlu memastikan adanya alih teknologi, perlindungan bisnis nasional, serta porsi penguasaan aset strategis tetap berada di tangan dalam negeri.
Teknologi CCS Sebagai Pelapis Proyek
Salah satu komponen proyek adalah pengembangan teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) lintas negara. Indonesia memang memiliki potensi cadangan CCS terbesar di Asia Pasifik, namun implementasi komersial teknologi ini masih mahal dan memerlukan regulasi pendukung yang kuat.
Kritik:
Tanpa desain pendanaan yang jelas, teknologi CCS justru bisa menjadi beban jangka panjang, baik finansial maupun lingkungan.
Tantangan Standar Lingkungan Internasional
Penerapan ekspor listrik lintas batas ke Singapura mengharuskan Indonesia memenuhi standar emisi karbon yang sangat ketat. Jika tidak hati-hati, potensi penolakan ekspor dapat muncul akibat jejak karbon produksi yang tidak memenuhi syarat.
Kritik:
Pemerintah perlu memperbaiki tata kelola rantai pasok EBT dalam negeri agar sejalan dengan standar internasional, bukan sekadar mengejar target ekspor.
Risiko Kedaulatan Energi
Secara strategis, ekspor listrik bersih skala besar berpotensi:
- Mengurangi ketergantungan ekspor batu bara.
- Memberikan posisi tawar diplomasi energi regional.
- Namun juga memunculkan risiko: dominasi investor asing, ketidakseimbangan distribusi manfaat ekonomi, dan ancaman terhadap ketahanan energi nasional jika tidak dikelola dengan cermat.
Kritik:
Kedaulatan energi bukan hanya soal volume ekspor, tapi tentang kendali siapa yang menikmati nilai tambah dan siapa yang mengendalikan teknologinya.
Kesimpulan: Antara Prestasi dan Tantangan

Ekspor listrik hijau ke Singapura membuka peluang besar bagi Indonesia, baik secara ekonomi, politik, maupun posisi strategis kawasan. Namun manfaat optimal baru tercapai bila pemerintah mampu mengelola isu alih teknologi, penguatan regulasi lingkungan, dan pengamanan penguasaan aset oleh nasional.
Pesan kunci:
Jangan sampai ekspor listrik hijau sekadar menjadi sumber devisa, tetapi gagal menciptakan kedaulatan energi sejati bagi bangsa sendiri.
Reff Page: https://pekanbaru.navigasi.co.id/detail/714057/ri-siapkan-investasi-rp163-triliun-untuk-ekspor-listrik-hijau-ke-singapura