Indonesia memasuki babak baru transisi energi global. Setelah dominasi nikel dan baterai, pemerintah kini mulai menggarap potensi green hydrogen sebagai komoditas energi strategis. Tahun 2025 menjadi tonggak awal pergerakan, sejalan dengan target jangka panjang menuju net-zero emission 2060.
Berdasarkan rencana nasional, total investasi green hydrogen diperkirakan mencapai US$25,2 miliar atau sekitar Rp395 triliun hingga 2060. Namun porsi terbesar diproyeksikan mulai mengalir sejak 2025, sebagai langkah awal industrialisasi hidrogen di dalam negeri.
Potensi Ekonomi Green Hydrogen Indonesia
🔎 Cadangan Sumber Daya
- Potensi produksi green hydrogen nasional diperkirakan mencapai 26 juta ton per tahun.
- Memanfaatkan PLTS skala besar, PLTA, dan pembangkit angin di wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara, hingga Papua.
- Indonesia juga memiliki potensi pasar ekspor ke negara-negara industri maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
🔎 Target Devisa dan Ekspor
- Potensi ekspor green hydrogen hingga US$20 miliar per tahun mulai 2035.
- Green hydrogen diproyeksikan jadi komoditas ekspor energi setara LNG.
Kritik: Potensi ekspor besar memang menjanjikan, namun tanpa penguatan industri domestik, Indonesia berisiko kembali menjadi pemasok bahan mentah tanpa penguasaan teknologi utama.
Roadmap Green Hydrogen 2025
- 2025–2030: Fase pengembangan pilot project dan skala industri kecil.
- 2030–2045: Fase ekspansi industri green hydrogen untuk pasar domestik dan ekspor.
- 2045–2060: Integrasi penuh dalam bauran energi nasional.
Pemerintah juga sedang merumuskan National Hydrogen Strategy 2025, dengan dukungan dari Kementerian ESDM, IESR, dan lembaga global.
Skema Investasi dan Pemain Utama
🏗️ Potensi Mitra Investor:
- Mitsubishi Corporation (Jepang)
- POSCO (Korea Selatan)
- Keppel Infrastructure (Singapura)
- Adaro Clean Energy (Indonesia)
🏗️ Sumber Pendanaan
- Sovereign Wealth Fund (INA)
- Public Private Partnership (KPBU)
- Pendanaan multilateralisme dari ADB dan World Bank
Kritik: Pemerintah perlu memastikan bahwa mayoritas porsi penguasaan aset dan manajemen tetap berada di tangan nasional. Jangan sampai proyek skala besar dikuasai sepenuhnya oleh konsorsium asing.
Tantangan Strategis yang Harus Diantisipasi
Tantangan | Risiko Utama | Solusi |
---|---|---|
Teknologi produksi | Ketergantungan elektroliser impor | Transfer teknologi & BUMN R&D |
Biaya produksi | Masih 2-3x lebih mahal dari LNG | Insentif fiskal & pengembangan skala |
Infrastruktur distribusi | Minim pipa & terminal hidrogen | Skema infrastruktur nasional jangka panjang |
Regulasi & Standar | Belum ada regulasi harga karbon | Draft RUU Hydrogen & Pricing Standard |
Kompetisi global | Asia & Eropa agresif | Perjanjian dagang bilateral & kawasan |
Kritik Utama terhadap Kebijakan Green Hydrogen RI
1️⃣ Minim Kemandirian Teknologi
Pemerintah belum punya roadmap kemandirian teknologi elektroliser dalam negeri.
2️⃣ Potensi Greenwashing
Jika pengembangan green hydrogen disubstitusi dengan pembangkit listrik fosil untuk sumber daya air, maka green hydrogen hanya akan menjadi slogan politik.
3️⃣ Pemerataan Manfaat
Hampir semua proyek masih terkonsentrasi di elite pengusaha besar dan konsorsium asing, minim keterlibatan UMKM dan daerah penghasil.
4️⃣ Kedaulatan Energi vs Devisa Ekspor
Pemerintah terlihat lebih mengejar potensi ekspor ketimbang memperkuat ketahanan energi nasional.
Penutup: Green Hydrogen Harus Jadi Bagian Kedaulatan Energi

Investasi green hydrogen Indonesia 2025 membuka peluang strategis besar. Namun pemerintah perlu meletakkan pilar kedaulatan teknologi, penguatan BUMN energi bersih, dan pelibatan rakyat sebagai fondasi utama. Tanpa itu, Indonesia akan kembali mengulang siklus: kaya sumber daya, minim penguasaan teknologi, dan hanya menjadi pasar bagi industri global.
Reff Page: https://gh2.org/countries/indonesia