Prabowo Resmikan Proyek Baterai Listrik RI–China di Karawang senilai US$5,9 miliar

proyek baterai listrik, Prabowo Subianto, Karawang, energi terbarukan, industri baterai, lapangan pekerjaan
35 DILIHAR 3MENITs 0 KOMENTAR

Pada 29 Juni 2025, Presiden Prabowo Subianto meluncurkan proyek industri baterai listrik di Karawang, Jawa Barat. Kerja sama ini melibatkan Indonesia dan China, dengan ANTAM, Indonesia Battery Corporation (IBC), serta perusahaan-perusahaan China seperti CATL, Brunp, dan Lygend.

Proyek Strategis Nasional

Proyek ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), yang akan menghasilkan pabrik baterai lithium-ion dengan kapasitas 15 gigawatt jam (GWh) dalam dua tahap. Tahap pertama diperkirakan selesai pada tahun 2026 dengan kapasitas 6,9 GWh.

Dampak Ekonomi dan Pekerjaan

Proyek ini akan menciptakan sekitar 8.000 lapangan kerja langsung, memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi lokal, dan mempercepat transisi Indonesia menuju energi terbarukan.

Dalam sambutannya, Prabowo mengungkapkan target Indonesia untuk mencapai swasembada energi dalam 5-7 tahun, dengan pemanfaatan energi terbarukan seperti tenaga surya dan baterai.

Proyek ini memperkuat posisi Indonesia dalam sektor energi terbarukan dan memberikan dampak positif bagi industri kendaraan listrik dan ekonomi nasional.


Kritik atas Proyek Baterai Listrik Indonesia-China di Karawang

Infografis Pro dan Kontra Proyek Baterai Listrik RI–China

Walaupun proyek industri baterai listrik Indonesia-China yang diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto di Karawang memiliki potensi besar untuk memajukan sektor energi terbarukan di Indonesia, ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian khusus agar kebijakan ini tidak sekadar menjadi proyek ambisius semata.

1. Ketergantungan terhadap Mitra Asing

Kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan asing, khususnya dari China, menimbulkan risiko ketergantungan terhadap teknologi dan sumber daya eksternal. Jika tidak hati-hati, Indonesia dapat kehilangan kontrol strategis atas teknologi inti, terutama baterai lithium-ion yang menjadi komponen penting kendaraan listrik.

2. Transparansi Proyek

Salah satu tantangan utama dari proyek besar seperti ini adalah transparansi. Publik harus mengetahui secara terbuka detail kerja sama, pembagian keuntungan, aspek lingkungan, serta bagaimana manajemen risiko jika terjadi sengketa atau kendala teknis di kemudian hari.

3. Dampak Lingkungan

Pembangunan skala besar, terutama yang melibatkan produksi baterai, sering membawa risiko lingkungan yang tinggi. Limbah baterai dan proses ekstraksi mineral, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius. Pemerintah harus memastikan ada kebijakan ketat dan transparan terkait pengelolaan limbah dan perlindungan lingkungan.

4. Penyerapan Tenaga Kerja Lokal

Meskipun klaim bahwa proyek ini akan menyerap ribuan tenaga kerja lokal merupakan kabar positif, realisasi di lapangan sering tidak sesuai ekspektasi. Sangat penting untuk memastikan bahwa tenaga kerja lokal tidak hanya menempati posisi rendah, tetapi juga diberikan pelatihan yang memadai untuk menempati posisi strategis dan manajerial.

5. Risiko Ekonomi

Investasi besar seperti ini memiliki risiko finansial tinggi, terutama jika pasar kendaraan listrik global berubah secara cepat atau terjadi gejolak ekonomi internasional. Pemerintah perlu memiliki rencana cadangan yang jelas untuk mengantisipasi risiko finansial dan menjaga stabilitas investasi.

🔎 Akhir dari Kritik

Hebat memang proyek baterai listriknya, semoga saja bukan energi terbarukan yang terbarunya cuma di pidato peresmian. Jangan sampai baterainya cepat habis sebelum masyarakat sempat menikmati manfaatnya, sementara tagihan lingkungan dan utangnya malah diwariskan ke anak-cucu kita.

Verified by MonsterInsights