Wacana LPG 3 Kg Satu Harga Mulai 2026: Tarif Ideal, Tujuan Pemerintah, dan Tantangannya

harga ideal LPG 3 kg
29 DILIHAR 6MENITs 0 KOMENTAR

Gas LPG 3 kg atau biasa disebut “gas melon” adalah salah satu produk subsidi paling masif di Indonesia. Namun, distribusinya selama ini tidak merata. Harga di lapangan bisa melonjak tajam, terutama di wilayah terpencil. Pemerintah kini mewacanakan skema LPG 3 Kg satu harga nasional, dengan target implementasi mulai tahun 2026. Wacana ini menjadi perhatian karena menyangkut tiga isu besar: subsidi, keadilan harga, dan distribusi energi nasional.

Mengapa Skema Satu Harga Diusulkan?

1. Disparitas Harga Sangat Tajam

Saat ini, harga LPG 3 kg di pangkalan resmi berkisar antara Rp16.000 hingga Rp19.500 per tabung. Namun, masyarakat di sejumlah wilayah melaporkan harga bisa menyentuh Rp50.000 karena panjangnya rantai distribusi dan minimnya pengawasan.

2. Subsidi Tak Tepat Sasaran

Setiap tahun, pemerintah menggelontorkan Rp80–87 triliun untuk subsidi LPG. Sayangnya, data menunjukkan bahwa banyak tabung subsidi yang justru dikonsumsi oleh kelompok masyarakat menengah ke atas atau bahkan disalahgunakan oleh pelaku industri.

3. Efisiensi dan Transparansi Distribusi

Pemerintah ingin membangun sistem pengawasan LPG yang terintegrasi dan berbasis digital, agar distribusi lebih transparan dan kebocoran bisa ditekan secara maksimal.

Berapa Tarif LPG 3 Kg yang Ideal?

Beberapa usulan tarif muncul dari pemerintah dan para ekonom:

PihakUsulan Harga Ideal
Pemerintah (ESDM)Rp12.000–Rp19.000
CORE IndonesiaRp16.000–Rp18.000
Rata-rata Pangakalan Saat IniRp16.000–Rp19.500

Kisaran ideal menurut banyak pihak adalah Rp16.000–Rp18.000, karena masih memungkinkan masyarakat tetap terbantu dan logistik tetap tertutupi.

Tantangan Besar dalam Implementasi

Meskipun terlihat menjanjikan, ada beberapa tantangan krusial dalam implementasi skema ini:

  • Beban Logistik Tinggi di Wilayah 3T
    Distribusi LPG di daerah seperti Papua, Maluku, dan perbatasan Kalimantan membutuhkan biaya sangat besar. Tanpa subsidi silang atau skema insentif, harga satu harga bisa jadi tidak realistis.
  • Kesiapan Infrastruktur Digital
    Skema ini hanya akan berjalan efektif jika pangkalan dan agen LPG sudah terhubung dalam sistem IT yang transparan dan real-time. Hal ini belum terjadi secara merata.
  • Aspek Regulasi dan Fiskal
    Revisi Peraturan Presiden yang menjadi payung hukum kebijakan ini harus dibahas lintas kementerian. Pemerintah juga perlu menyiapkan anggaran besar untuk menutup selisih harga jika subsidi diperluas.

Skema Implementasi: Meniru BBM Satu Harga

Pemerintah disebut akan meniru pendekatan seperti pada program BBM satu harga, di mana:

  • Harga LPG ditentukan pemerintah pusat, bukan daerah.
  • Penyesuaian biaya distribusi akan diatur dalam mekanisme nasional.
  • Pengawasan diperketat lewat sistem pencatatan digital.
  • Perpres No. 104/2007 dan No. 38/2019 akan direvisi, untuk memberi legitimasi hukum terhadap sistem baru.

Apa Dampak Positif Jika Berhasil?

  • Harga LPG lebih stabil dan adil di seluruh Indonesia
  • Subsidi lebih tepat sasaran kepada masyarakat miskin
  • Penimbunan dan kebocoran distribusi bisa ditekan
  • Digitalisasi distribusi mendorong efisiensi nasional

Peluang Besar, Tapi Butuh Kontrol Ketat

Wacana skema LPG 3 Kg satu harga nasional menawarkan solusi atas banyak masalah lama: ketimpangan harga, subsidi bocor, dan inefisiensi distribusi. Namun, kesuksesannya sangat bergantung pada pengawasan digital, kesiapan infrastruktur, dan political will pemerintah pusat. Jika tantangan logistik dan fiskal bisa diatasi, kebijakan ini akan menjadi reformasi energi yang monumental bagi Indonesia.


Kritik terhadap Skema LPG 3 Kg Satu Harga

Infografis pro dan kontra skema LPG 3 kg satu harga di Indonesia

Meskipun skema satu harga terdengar ideal secara teoritis, sejumlah kritik mencuat dari para pengamat energi dan kebijakan publik:

1. Kebijakan Populis tapi Minim Infrastruktur

Wacana ini dikhawatirkan hanya menjadi narasi populis tanpa kesiapan sistemik, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Tanpa infrastruktur distribusi dan pengawasan digital yang kuat, penerapan di lapangan berpotensi gagal.

2. Ancaman terhadap APBN dan Beban Pertamina

Jika harga ditetapkan setara di seluruh wilayah, biaya logistik di daerah terpencil akan ditanggung negara atau Pertamina. Tanpa pengawasan konsumsi dan konversi energi alternatif, subsidi dapat kembali membengkak hingga ratusan triliun, mengulang siklus ketergantungan fiskal.

3. Keadilan Harga ≠ Keadilan Sosial

Harga yang sama tidak otomatis adil. Di kota besar dengan akses mudah, masyarakat kelas menengah tetap bisa menikmati harga murah, sementara di daerah terpencil, biaya distribusi yang mahal tidak diperhitungkan. Hal ini bisa menciptakan ketimpangan tersembunyi dalam subsidi.

4. Kurangnya Keterlibatan Akademisi dan Lembaga Independen

Pemerintah terkesan terburu-buru dalam menggodok kebijakan ini tanpa diskusi terbuka dengan publik, akademisi, atau lembaga riset energi. Keputusan berbasis tekanan politik jangka pendek tanpa analisis makroekonomi dan sosial yang kuat, berisiko menciptakan kebijakan tidak berkelanjutan.

5. Skema Satu Harga Bisa Gagal tanpa Reformasi Distribusi

Masalah seperti pengoplosan, penimbunan, dan penyalahgunaan LPG subsidi akan tetap berlangsung jika tidak disertai reformasi total pada jalur distribusi. Tanpa sistem digitalisasi real-time, harga satu bisa jadi hanya berlaku di atas kertas.

Peluang Besar, Tapi Butuh Kontrol Ketat

Wacana skema LPG 3 Kg satu harga nasional menawarkan solusi atas banyak masalah lama: ketimpangan harga, subsidi bocor, dan inefisiensi distribusi. Namun, kesuksesannya sangat bergantung pada pengawasan digital, kesiapan infrastruktur, dan political will pemerintah pusat. Jika tantangan logistik dan fiskal bisa diatasi, kebijakan ini akan menjadi reformasi energi yang monumental bagi Indonesia namun jika gagal, ia bisa menjadi proyek mahal dengan dampak sosial yang minim.

🔎 Akhir dari Kritik:

Kalau LPG 3 kg bisa satu harga di seluruh negeri, semoga akal sehat dan integritas pejabat juga bisa diseragamkan.

Verified by MonsterInsights