Prestasi Ringgit Malaysia yang berhasil masuk dalam daftar 20 mata uang paling aktif diperdagangkan di dunia tahun 2025 mencuri perhatian kawasan Asia Tenggara. Di saat yang sama, Indonesia menghadapi tantangan berat untuk menjaga kestabilan dan daya saing rupiah di pasar global.
Data terbaru menunjukkan, Ringgit menguat signifikan terhadap Dolar AS sepanjang semester pertama 2025. Pada Mei lalu, Ringgit sempat menyentuh MYR 4.1990 per USD, menguat sekitar 6,2% dibanding awal tahun. Hal ini menempatkan Ringgit ke jajaran mata uang elit dunia.
Namun, bagaimana dengan Indonesia?
Kekuatan Ringgit: Stabilitas, Ekspor, dan Kepercayaan Investor
Keberhasilan Ringgit tak lepas dari berbagai faktor fundamental:
- Kebijakan moneter Bank Negara Malaysia yang responsif terhadap dinamika global.
- Surplus neraca perdagangan, terutama dari sektor ekspor minyak kelapa sawit dan semikonduktor.
- Peningkatan arus modal asing ke sektor obligasi dan ekuitas Malaysia.
Kombinasi ini menciptakan kepercayaan global terhadap Ringgit, menjadikannya likuid dan banyak diperdagangkan dalam transaksi internasional.
Berbeda dengan Malaysia, posisi rupiah di pasar internasional belum mengalami peningkatan signifikan. Padahal, Indonesia merupakan ekonomi terbesar di ASEAN. Beberapa tantangan yang masih dihadapi rupiah antara lain:
- Volatilitas nilai tukar akibat sentimen global dan ketergantungan pada impor.
- Defisit neraca berjalan yang membuat investor lebih berhati-hati.
- Minimnya penggunaan rupiah di transaksi internasional, termasuk ekspor.
Strategi Indonesia Memperkuat Rupiah
Melihat capaian Malaysia, Indonesia perlu mengambil langkah strategis agar rupiah tidak hanya stabil, tapi juga dihormati di kancah global. Beberapa strategi yang bisa ditempuh antara lain:
1. Mendorong Transaksi Ekspor dalam Rupiah
Indonesia dapat meniru pendekatan Tiongkok dan Malaysia yang secara aktif mendorong ekspor dalam mata uang lokal. Ini meningkatkan permintaan alami terhadap rupiah.
2. Membangun Kepercayaan Pasar
Stabilitas politik, inflasi rendah, serta kepastian hukum menjadi landasan penting agar investor global bersedia menyimpan aset dalam rupiah.
3. Perluasan Pasar Keuangan Domestik
Pemerintah perlu memperluas likuiditas dan kedalaman pasar obligasi dan saham agar dapat menarik modal jangka panjang.
4. Digitalisasi dan Rupiah Digital
Bank Indonesia juga tengah mengembangkan rupiah digital. Jika berhasil, ini bisa memperkuat posisi rupiah di sektor keuangan digital lintas batas.
5. Meningkatkan Diversifikasi Ekspor
Ketergantungan pada komoditas mentah membuat nilai tukar rentan. Pemerintah harus mendorong ekspor barang manufaktur dan teknologi bernilai tambah.
Belajar dari Ringgit: Kesempatan Indonesia Masih Terbuka
Masuknya Ringgit ke daftar mata uang elite dunia adalah bukti bahwa negara berkembang pun bisa bersaing dalam pasar keuangan global jika memiliki kebijakan ekonomi yang solid dan konsisten. Indonesia masih memiliki peluang besar untuk mengejar ketertinggalan.
Dengan potensi ekonomi domestik yang besar dan posisi strategis di Asia Tenggara, rupiah bisa menjadi mata uang regional yang kuat asalkan langkah konkret segera diambil.
Ringgit masuk daftar 20 mata uang dunia adalah sinyal kuat bahwa Asia Tenggara mulai mendapat perhatian lebih dalam sistem keuangan global. Untuk Indonesia, momen ini harus dimanfaatkan dengan menyusun strategi Indonesia memperkuat rupiah melalui kebijakan ekspor, stabilitas makroekonomi, dan inovasi digital.
Jika tidak, Indonesia akan terus menjadi penonton ketika negara tetangga melaju di pasar global.
Kritik terhadap Indonesia: Bukan Sekadar Visi, tapi Eksekusi yang Terlupakan

- Reaktif, Bukan Proaktif
Indonesia terlalu sering bereaksi terhadap krisis global alih-alih menyusun strategi jangka panjang untuk memperkuat rupiah. Misalnya, pengendalian nilai tukar lebih fokus pada intervensi pasar ketimbang penguatan fundamental ekonomi. - Minimnya Inovasi dalam Kebijakan Rupiah Internasional
Sementara negara lain sudah membangun infrastruktur transaksi lintas negara dengan mata uang lokal (LCS – Local Currency Settlement), rupiah masih jarang digunakan di luar negeri. Padahal, Indonesia bisa lebih aktif menjadikan rupiah sebagai alat tukar ekspor di ASEAN. - Ketergantungan pada Sektor Komoditas
Struktur ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor komoditas mentah. Ini membuat nilai tukar rupiah sangat sensitif terhadap harga global, terutama batu bara dan sawit. Dibandingkan itu, Malaysia lebih cepat beralih ke sektor manufaktur dan elektronik bernilai tambah tinggi. - Kurangnya Edukasi dan Diplomasi Mata Uang
Pemerintah dan Bank Indonesia perlu melakukan edukasi dan diplomasi ekonomi ke luar negeri agar dunia usaha internasional percaya pada rupiah. Saat ini, belum ada narasi kuat untuk mempromosikan rupiah di kancah global.
Capaian Ringgit seharusnya bukan membuat Indonesia iri, tapi jadi alarm untuk introspeksi. Jika Indonesia tidak segera merombak strategi mata uangnya secara proaktif dan berani, maka bukan hanya tertinggal melainkan akan semakin tidak relevan dalam peta finansial global.
🔎 Akhir dari Kritik:
Tetangga Sudah Terbang, Kita Masih Sibuk Menambal Ban