Kongres VI PDIP Digelar Tertutup di Bali
Megawati Soekarnoputri kembali dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam Kongres VI yang digelar secara tertutup di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Jumat, 1 Agustus 2025. Pengukuhan tersebut merupakan lanjutan dari keputusan internal partai yang sebelumnya telah menetapkan Megawati sebagai kandidat tunggal melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP.
Terpilih Secara Aklamasi oleh Kader Seluruh Indonesia
Ketua Steering Committee Kongres, Komarudin Watubun, mengonfirmasi bahwa Megawati ditetapkan kembali sebagai Ketua Umum secara aklamasi. Menurutnya, seluruh peserta kongres yang terdiri dari kader-kader PDIP dari seluruh Indonesia sepakat mendesak agar pengukuhan dilakukan segera setelah sidang dimulai. Proses pengesahan pun berlangsung cepat karena tidak ada kandidat lain yang diajukan.
“Ibu Megawati ditetapkan secara aklamasi. Jadi tidak ada pemilihan terbuka. Peserta sidang bulat mendukung beliau,” ujar Komarudin.
Kepemimpinan Megawati Masuki Dekade Ketiga
Megawati telah memimpin PDIP sejak 1999. Dengan dikukuhkannya kembali dalam periode 2025–2030, ia memasuki masa kepemimpinan yang keempat. Ini menjadikan Megawati sebagai salah satu ketua umum partai politik terlama yang masih aktif di Indonesia.
PDIP sendiri menunjukkan soliditas struktural dan ideologis yang tinggi di bawah kepemimpinan Megawati. Meski telah berusia 78 tahun, Megawati tetap mendapat dukungan penuh dari seluruh fungsionaris dan kader, termasuk Puan Maharani, yang turut hadir dalam acara bimtek dan pembukaan kongres.
Acara Kongres Dijaga Ketat dan Tanpa Liputan Media
Kongres VI PDIP digelar secara tertutup dan dijaga ketat oleh Satuan Tugas (Satgas) internal partai. Wartawan tidak diizinkan meliput jalannya sidang pleno internal. Namun, berdasarkan informasi resmi dari partai, sesi kongres berlangsung mulai pukul 13.30 WITA setelah serangkaian kegiatan bimtek bagi anggota legislatif PDIP selesai.
Penjagaan ketat ini menunjukkan pentingnya konsolidasi internal partai, sekaligus menjaga kerahasiaan arah politik dan strategi PDIP ke depan.
Simbol Konsistensi dan Stabilitas Politik
Pengukuhan kembali Megawati menegaskan bahwa PDIP memilih jalur kontinuitas. Dalam dinamika politik Indonesia yang terus berubah, keputusan partai ini menjadi simbol konsistensi arah politik PDIP yang tetap mengakar pada ideologi nasionalis dan ajaran Bung Karno.
Megawati dikenal sebagai figur sentral yang menjaga nilai-nilai perjuangan partai. Ia juga dinilai sukses memimpin PDIP menjadi salah satu partai paling dominan dalam dua dekade terakhir, termasuk memenangkan pemilu legislatif dan mendukung Joko Widodo sebagai Presiden dua periode.
Masa Depan PDIP dan Peran Regenerasi
Meski Megawati masih memegang kendali penuh, isu regenerasi tetap menjadi perbincangan. Nama Puan Maharani, yang kini menjabat Ketua DPR RI, sering disebut sebagai sosok penerus alami. Namun, belum ada sinyal resmi dari internal partai mengenai transisi kepemimpinan.
PDIP tampaknya masih memprioritaskan kesinambungan dan soliditas organisasi, terlebih di tengah persiapan menghadapi Pilkada serentak dan peta koalisi baru pasca Pilpres 2024.
Pengukuhan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP periode 2025–2030 mencerminkan soliditas internal partai dan dukungan bulat kader terhadap kepemimpinan yang telah terbukti selama lebih dari dua dekade. Dengan kepemimpinan yang berkelanjutan ini, PDIP berusaha memperkuat konsolidasi dan arah politiknya di tengah dinamika politik nasional yang terus berubah.
Kritik Megawati Kembali Jadi Ketua Umum PDIP 2025–2030

Meski pengukuhan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP periode 2025–2030 disambut dengan aplaus internal, langkah ini tak luput dari kritik, terutama dari kalangan akademisi dan pengamat demokrasi. Salah satu sorotan utama adalah soal minimnya proses demokratisasi internal dalam tubuh partai.
Pengukuhan secara aklamasi tanpa adanya proses seleksi terbuka atau uji kompetensi kepemimpinan dinilai sebagai bentuk konservatisme politik yang justru menghambat dinamika kaderisasi dan regenerasi. Kritik muncul bahwa PDIP, sebagai partai besar yang mengusung nilai-nilai kerakyatan, seharusnya menjadi contoh bagi sistem politik yang transparan dan terbuka terhadap ide serta pemimpin baru.
Beberapa analis politik menyebut fenomena ini sebagai bentuk “personalisasi partai”, di mana partai bergantung pada satu figur sentral dalam waktu yang sangat lama. Meski Megawati dianggap sebagai tokoh berpengaruh dan bersejarah, pertanyaan pentingnya adalah: sampai kapan regenerasi akan ditunda? Ketergantungan yang berlarut bisa melemahkan fleksibilitas partai dalam merespons perubahan sosial-politik generasi baru.
Selain itu, keputusan tertutupnya kongres dari akses media juga memicu pertanyaan soal transparansi. Pengambilan keputusan strategis partai yang dilakukan di balik pintu tertutup dikhawatirkan mengurangi akuntabilitas politik terhadap publik, yang justru menjadi landasan utama dalam demokrasi modern.
🔎 Akhir dari Kritik
PDIP mungkin perlu mengganti slogan mereka—dari ‘partai wong cilik’ menjadi ‘partai wong itu-itu lagi