Kebebasan Pers dan Politik di Indonesia: Pilar Demokrasi yang Harus Dijaga

Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia menjadikan kebebasan pers sebagai salah satu indikator utama kualitas demokrasi. Namun, akhir-akhir ini isu tentang kebebasan pers kembali menghangat. Menurut laporan Dewan Pers, Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Indonesia tahun 2024 turun menjadi 69,36 dari sebelumnya 71,57 pada 2023. Penurunan ini tentu menjadi alarm bagi kondisi demokrasi di tanah air.

Pentingnya Kebebasan Pers dalam Demokrasi

Kebebasan pers memiliki peran krusial dalam demokrasi karena berfungsi sebagai kontrol sosial dan pengawas terhadap kekuasaan pemerintah. Pers yang independen mampu menyajikan informasi objektif, transparan, dan tanpa intervensi. Ketika pers bebas dan sehat, masyarakat memiliki akses informasi yang jelas, sehingga mereka dapat mengambil keputusan politik secara tepat dan berpartisipasi aktif dalam pemerintahan.

Dalam konteks Indonesia, sejarah mencatat bahwa kebebasan pers pernah mengalami masa-masa sulit terutama selama era Orde Baru. Kala itu, kontrol terhadap media sangat ketat sehingga masyarakat tidak memiliki akses terhadap informasi kritis. Hal ini menyebabkan maraknya korupsi dan ketidakadilan karena kurangnya pengawasan publik.

Setelah reformasi, kebebasan pers mulai berkembang pesat. Media massa tumbuh subur dengan kebebasan berekspresi yang lebih baik. Namun, belakangan ini muncul kekhawatiran bahwa kebebasan pers kembali menghadapi ancaman serius, seperti kasus kekerasan terhadap jurnalis, intimidasi, dan intervensi politik.

Tantangan Terkini bagi Kebebasan Pers

Kasus-kasus intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis menjadi perhatian utama. Data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menunjukkan sepanjang tahun 2024 tercatat 69 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Salah satu contoh yang paling tragis adalah kasus Rico Sempurna Pasaribu, jurnalis yang tewas beserta keluarganya dalam kebakaran rumah setelah memberitakan dugaan pelanggaran oleh oknum aparat. Peristiwa ini jelas mencoreng wajah demokrasi Indonesia dan menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap jurnalis.

Ancaman tidak berhenti di situ, kasus intimidasi terhadap jurnalis investigasi Francisca Christy Rosana yang menerima ancaman berupa kepala babi dan tikus tanpa kepala adalah bukti nyata bahwa masih ada kelompok yang berusaha membungkam suara kritis melalui teror. Kejadian ini bukan hanya berdampak pada kebebasan pers, tetapi juga pada hak publik untuk mengetahui kebenaran.

Selain ancaman fisik, tantangan lainnya adalah ketergantungan media lokal terhadap pemerintah daerah. Banyak media lokal yang masih bergantung secara finansial pada iklan atau bantuan dana dari pemerintah daerah. Kondisi ini menciptakan tekanan halus yang menyebabkan media cenderung melakukan swasensor demi mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Independensi media pun tergadai demi kenyamanan finansial.

Dampak Terhadap Demokrasi Indonesia

Ketika kebebasan pers terancam, yang paling dirugikan bukan hanya jurnalis, melainkan juga seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi bergantung pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Tanpa kebebasan pers, informasi menjadi bias, pengawasan terhadap pemerintah melemah, dan ruang publik yang sehat pun tereduksi.

Demokrasi tanpa kebebasan pers ibarat tubuh tanpa sistem imun. Penyakit korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) serta pelanggaran HAM bisa berkembang pesat tanpa adanya kontrol sosial dari media yang independen. Hal ini tentu menjadi kemunduran besar bagi demokrasi Indonesia yang selama ini telah menjadi contoh demokrasi di kawasan Asia Tenggara.

Situasi Kebebasan Pers di Negara Lain

Peristiwa ancaman, intimidasi, hingga kekerasan terhadap jurnalis bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain di dunia. Negara-negara seperti Filipina, Meksiko, Myanmar, Rusia, dan Turki menghadapi tantangan serupa, di mana jurnalis mengalami ancaman, intimidasi, hingga pembunuhan akibat pemberitaan yang kritis terhadap pemerintah atau kelompok tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa perjuangan menjaga kebebasan pers merupakan tantangan global yang memerlukan perhatian internasional dan solidaritas lintas negara.

Langkah-langkah Solutif untuk Menguatkan Kebebasan Pers

Mengingat pentingnya kebebasan pers bagi demokrasi, diperlukan langkah-langkah nyata untuk memastikan kebebasan pers tetap terjaga, sekaligus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di Indonesia.

  1. Pemerintah harus tegas melindungi jurnalis dari segala bentuk ancaman dan kekerasan. Kasus-kasus seperti yang menimpa Rico Pasaribu harus diusut tuntas secara transparan dan adil.
  2. Media perlu mengembangkan model bisnis independen agar tidak tergantung secara finansial pada pemerintah atau partai politik.
  3. Teknologi digital bisa digunakan untuk meningkatkan transparansi melalui sistem e-government dan open data agar masyarakat mudah mengawasi pemerintah.
  4. Partisipasi aktif masyarakat melalui edukasi literasi media perlu ditingkatkan agar publik bisa mengkritisi informasi secara bijak.
  5. Meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah daerah dalam pengelolaan dana publik secara transparan dan akuntabel.

Kesimpulan

Kebebasan pers adalah prasyarat utama bagi demokrasi yang sehat di Indonesia. Untuk menjaga dan memperkuat demokrasi, semua pihak harus bersama-sama memastikan bahwa kebebasan pers terlindungi demi kebaikan bersama.

Reff Page: Hari Pers 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to Top
Verified by MonsterInsights