Presiden Prabowo Subianto resmi menyepakati pengelolaan bersama wilayah sengketa Blok Ambalat dengan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim. Keputusan ini menjadi sorotan karena melibatkan wilayah strategis di Laut Sulawesi yang selama ini menjadi sumber konflik antara kedua negara.
Namun, langkah ini bukan sekadar kompromi politik. Ada pertimbangan ekonomi, geopolitik, hingga strategi jangka panjang yang melatarbelakanginya.
Apa Itu Blok Ambalat dan Mengapa Diperebutkan?
Blok Ambalat adalah wilayah kaya sumber daya alam yang terletak di perairan Laut Sulawesi, tepatnya di antara Kalimantan Timur dan Sabah, Malaysia.
Blok ini menyimpan:
- Cadangan minyak: diperkirakan mencapai 764 juta barel
- Cadangan gas alam: lebih dari 1,4 triliun kaki kubik
Sengketa wilayah ini telah berlangsung sejak awal 2000-an, dengan berbagai ketegangan diplomatik dan manuver militer di kawasan tersebut.
Alasan Prabowo Sepakati Pengelolaan Bersama
1. Pendekatan Pragmatik dan Damai
Alih-alih terus mempertahankan konflik berkepanjangan yang belum tentu berujung dalam waktu dekat, Prabowo memilih pendekatan pragmatis: kerja sama.
Menurut Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, keputusan ini mencerminkan “prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan.”
2. Memisahkan Aspek Politik dan Ekonomi
Kesepakatan joint development tidak berarti melepaskan klaim Indonesia. Pemerintah tetap memperjuangkan posisi hukumnya, namun tidak menjadikan itu alasan untuk menunda pemanfaatan ekonomi wilayah tersebut.
3. Efisiensi dan Stabilitas Kawasan
Daripada membiarkan potensi migas terbengkalai, Prabowo melihat peluang untuk membangun stabilitas kawasan melalui kerja sama ekonomi konkret. Ini bisa mengurangi gesekan politik, sekaligus menghidupkan kegiatan ekonomi.
Potensi Migas Ambalat yang Sangat Menggiurkan
Berdasarkan kajian geologi dan laporan industri migas:
- Ambalat menyimpan harta karun energi yang dapat dieksploitasi selama 20–30 tahun ke depan.
- Beberapa blok di wilayah ini, seperti Blok East Ambalat, telah menarik minat perusahaan migas global.
Melalui joint development, kedua negara akan berbagi:
- Pendapatan hasil eksploitasi migas
- Teknologi dan infrastruktur eksplorasi
- Kapasitas tenaga kerja lintas batas
Mekanisme Joint Development: Bukan Hal Baru
Model kerja sama ini mengacu pada prinsip joint development agreement (JDA) yang sudah lazim digunakan di berbagai wilayah sengketa laut dunia, seperti:
- Laut Cina Selatan (antara Vietnam dan Tiongkok)
- Laut Timor (antara Timor Leste dan Australia)
Dampak Jangka Panjang bagi Indonesia
Ekonomi
- Peningkatan penerimaan negara dari sektor migas
- Lapangan kerja baru di wilayah perbatasan
- Investasi infrastruktur laut dan energi
Geopolitik
- Reduksi konflik bilateral
- Meningkatkan kredibilitas Indonesia sebagai negara yang pro-dialog
- Menjaga stabilitas kawasan ASEAN
Teknologi & SDM
- Transfer teknologi migas lintas negara
- Pelatihan SDM lokal dan kerja sama institusi
Strategi Baru Prabowo di Panggung Regional
Kesepakatan antara RI dan Malaysia dalam mengelola bersama Ambalat mencerminkan gaya baru kepemimpinan Prabowo Subianto: proaktif, ekonomis, dan diplomatis.
Dengan memisahkan proses hukum dari realisasi manfaat ekonomi, pemerintah menghindari potensi kerugian akibat konflik berkepanjangan.
Namun demikian, pengawasan terhadap isi kesepakatan dan dampaknya terhadap kedaulatan tetap harus dijaga.
Kritik atas Kesepakatan RI–Malaysia Kelola Ambalat

Meskipun kesepakatan ini tampak sebagai solusi damai dan ekonomis, sejumlah pengamat dan akademisi maritim menyampaikan kritik tajam terhadap keputusan pemerintah:
1. Risiko Melemahnya Klaim Kedaulatan
Bekerja sama dengan pihak yang memiliki klaim tumpang tindih di wilayah sengketa bisa disalahartikan sebagai bentuk pengakuan tidak langsung terhadap klaim tersebut. Ini bisa berbahaya secara hukum internasional jika kelak Indonesia membawa sengketa Ambalat ke Mahkamah Internasional.
2. Minimnya Partisipasi Publik dan Transparansi
Sampai saat ini, tidak ada publikasi resmi yang merinci isi perjanjian joint development tersebut. Tanpa transparansi, publik tidak bisa mengawasi apakah pengelolaan sumber daya akan merugikan Indonesia dalam jangka panjang.
3. Potensi Eksploitasi Lingkungan
Pengeboran migas di wilayah laut dalam seperti Ambalat berisiko tinggi terhadap ekosistem laut. Tanpa mekanisme audit lingkungan lintas negara, kegiatan ini bisa berdampak buruk pada wilayah pesisir Kalimantan Timur.
4. Preseden Politik Berbahaya
Kesepakatan ini bisa menjadi preseden bahwa Indonesia bersedia berbagi pengelolaan atas wilayah yang belum jelas status kedaulatannya. Hal ini dikhawatirkan akan digunakan negara lain sebagai acuan untuk mendorong pengelolaan bersama di wilayah sengketa lain, seperti di Natuna atau Laut Arafura.
Perlu Keseimbangan antara Diplomasi dan Kedaulatan
Kesepakatan RI–Malaysia untuk mengelola bersama Ambalat memang mencerminkan pendekatan diplomasi ekonomi yang modern, namun tetap menyisakan pertanyaan mendasar: sampai sejauh mana Indonesia siap berkompromi atas kedaulatannya?
Tanpa pengawasan publik yang kuat dan ketegasan dalam menjaga batas kedaulatan, kerja sama seperti ini bisa menjadi bumerang di kemudian hari. Di tengah upaya memperkuat posisi geopolitik dan energi nasional, pemerintah semestinya tetap menempatkan prinsip “tanah air tak untuk ditawar” sebagai garis batas terakhir.
🔎 Akhir dari Kritik:
“Daripada rebutan pulau, mending bagi hasil.” Kalimat ini terdengar damai, tapi bisa menjadi slogan favorit mereka yang lebih nyaman meneken kesepakatan daripada menjaga kedaulatan. Jika terus begini, jangan salahkan generasi berikutnya kalau garis batas negara berubah menjadi garis negosiasi bisnis.